Selasa, 30 Juni 2015

Anak Merokok, Siapa Yang Salah ?



Anak Merokok, Siapa Yang Salah ?
Oleh MuhammadHafidz I  / 11321020
18 Juni 2014


Masih segar di ingatan, bocah bernama Sandi yang sempat menjadi perbincangan banyak orang akibat kebiasaan yang tidak lazim di usianya yaitu merokok. Dalam video yang banyak beredar di dunia maya, memperlihatkan jika cara merokok Sandi sudah seperti orang dewasa. Ketika melihat video tersebut, muncul beberapa pertanyaan, bagaimana Sandi bisa mendapatkan rokok ?, apakah orang tuanya membiarkannya ?
Sudah biasa kita melihat sekelompok anak muda baik itu anak sekolah ataupun yang tidak berseragam sekolah, beberapa di antara mereka pasti merokok. Yang lebih parah, anak-anak SD dan SMP sudah banyak yang menghisap tembakau ini.
Faktor yang menyebabkan hal ini mungkin hanya hal yang sepele. Mungkin saja berawal dari orang tua yang sering menyuruh anaknya untuk membelikannya rokok, kemudian anak itu bertanya-tanya mengapa orang tuanya itu suka sekali mengonsumsi rokok. Padahal seorang anak biasanya senang meniru tingkah laku orangtua nya.
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K) dikutip dari http://www.depkes.go.id/, lebih dari sepertiga pelajar dilaporkan biasa merokok, dan ada 3 di antara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur di bawah 10 tahun (The Global Youth Tobacco Survey, 2006).
The Global Youth Tobacco Survey (2006) di Indonesia 64.2% anak-anak sekolah yang disurvei melaporkan terpapar asap rokok selama mereka di rumah atau menjadi second hand smoke (SHS). Lebih dari 43 juta anak Indonesia tinggal dengan perokok di rumah. Global Youth Tobacco Survey (2006) melaporkan 89% anak-anak usia 13-15 tahun terpapar SHS di tempat-tempat umum. Anak-anak yang terpapar SHS mengalami penurunan pertumbuhan paru, mudah terinfeksi saluran pernafasan dan telinga, dan asma.
Melihat data di atas, terlihat jika keluarga mempunyai peran penting mengenai kebiasaan seorang anak yang merokok. Dari kebiasaan di rumah tentunya akan menjadi kebiasaan di luar rumah. Belum lagi pengawasan orang tua yang tidak bisa penuh selama 24 jam menambah kemungkinan anak di bawah umur untuk merokok. Faktor lingkungan juga mempengaruhi hal ini. Lingkungan sekolah dan bermain anak-anak juga harus diperhatikan. Tidak jarang seorang guru merokok di depan siswa-siswanya ketika jam istirahat ataupun pulang sekolah. Hal ini juga menjadi pemicu rasa keingintahuan anak untuk merokok.
Melihat hal itu, mungkin peraturan batas minimal usia perokok harus lebih diperhatikan. Pembatasan berupa larangan mengonsumsi dan membeli rokok oleh anak di bawah usia 18 tahun sudah sering kita lihat di iklan media massa. Namun yang terjadi di lapangan bertolak belakang dengan iklan tersebut. Para pedagang rokok seolah-olah tidak mempedulikan peraturan tersebut. Anak-anak dibuat mudah mendapatkan rokok. Mudahnya anak-anak memperoleh rokok, tentunya akan memberi pengaruh terhadap lingkungan kepada anak yang tidak merokok.
Dalam hal ini pemerintah memang memegang peran besar. Jika pemerintah lebih tegas dalam peraturan bukan tidak mungkin angka perokok di Indonesia akan jauh menurun. Namun untuk mencapai hal itu pemerintah akan menemui batu yang besar, antara lain, para produsen rokok akan melakukan protes besar, karena mengingat keuntungan mereka akan berkurang secara drastis, dengan berkurangnya keuntungan mereka maka nasib buruh rokok menjadi tanda tanya, bagaimana nasib para petani tembakau.
Kebanyakan perokok sebenarnya menyadari bahaya rokok tapi mungkin karena terlambat menyadari sehingga mereka sudah terlanjur tercandu oleh itu, dan tidak ada niat yang kuat berhenti. Terlambat sadarnya karena mungkin awal ia mulai mengonsumsi rokok itu waktu kecil dan ia belum tahu apa-apa tentang bahaya rokok, dan ketika ia tahu sudah terlambat dan dalam benaknya sudah tertanam sulit untuknya lepas dari rokok.
Tapi keinginan berbagai pihak untuk mengurangi jumlah perokok tidak akan terwujud tanpa kerjasama dari berbagai pihak. Entah itu itu dari orang tua, para distributor rokok dalam arti para penjual rokok, dan pemerintah. Karena apa bila tidak ada kerja sama dari pihak-pihak itu mustahil akan tercapai semua itu